facebook google twitter instagram
  • Home
  • Penulis
    • Siapa Noniq?
    • Tentang Blog Noniq
    • F.A.Q.
    • Disclaimer
  • Kerjasama
    • Review Produk
    • Liputan Acara
    • Penulisan Konten
  • Achievement

NONIQ | A Review Blog

Akhirnya saya sukses nonton film Dilan 1990 di hari pertama pemutarannya di bioskop, 25 Januari 2018! Sungguh beruntung, saya berhasil mendapat seat - bahkan aplikasi Go-tix mencatat penjualan tiket di hari pertama sudah mencapai 6000an, itupun baru di seputaran bioskop CGV Bandung! So, bagaimana sih filmnya?

Diangkat dari novel karya 'Ayah' Pidi Baiq yang berjudul sama; Dilan: Dia Adalah Dilanku 1990 - film Dilan 1990 menceritakan seorang wanita bernama Milea yang menarasikan kenangan masa SMA-nya dimana dia harus pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung. Di sekolah yang baru dia bertemu dengan sosok Dilan, salah satu murid di sekolahnya yang berkarakter unik namun berhasil membuatnya jatuh cinta.


Secara keseluruhan, gaya penceritaan film ini sama seperti novelnya; mengambil sudut pandang Milea sebagai narator sekaligus pemeran utama. Novel Dilan sendiri merupakan sebuah trilogi, dan Dilan 1990 merupakan bagian pertamanya.

Namun memang yang bikin kontroversial beberapa waktu lalu adalah: siapakah aktor dan aktris yang bakalan membintangi kedua sosok yang adorable ini; Dilan dan Milea? Hal itu juga yang bikin awalnya saya skeptis dengan film Dilan 1990 ini; antara iya-iya, nggak-nggak, pokoknya asa hoream. 

Tau sendiri donk, kalau novel Dilan: Dia Adalah Dilanku 1990 ini memang fantastis banget, baru seminggu meluncur di pasaran juga sudah sold out sampai harus langsung cetak ulang.

Saya sendiri juga pembaca novel Dilan: Dia Adalah Dilanku 1990. Buat saya, kekuatan novel ini di antaranya terletak pada; gaya penceritaan yang ringan (seperti buku harian), detail suasana yang terdeskripsi dengan apik, serta karakter Milea yang so sweet, tidak lupa adanya ilustrasi yang membuat lembar demi lembar tidak monoton. 

Untuk klimaks cerita, menurut saya tidak terlalu rumit - hal ini yang bikin novel ini pas banget buat remaja, namun sukses bikin baper!

Nah, bagian baper ini yang jadi masalah; sosok Dilan ini memang kuat banget membuat imajinasi para pembacanya jadi liar dan menjadi-jadi. Dilan yang cool, misterius, tapi romantis dan puitis, sopan ke orang tua namun juga doyan berantem, soleh tapi kok ya anggota geng motor yang demen tawuran. Yaelah, sungguh kombinasi yang bikin greget, sungguh too good to be true!

Dan kenyataan itu tiba ketika sosok Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan, alias Iqbaal CJR jadi Dilan, I was like, #eeeaaaa. Kayak hilang hasrat gitu lho. Menurut saya, menurut saya lhoo ya, Iqbaal itu terlalu manis, lugu dan bukannya dulu dia cita-cita mau jadi ustad-kan? Ya, ngga cocok aja gitu, wajah dia dengan pembawaan alim ujug-ujug jadi preman. 

Cuman, ok-lah, karena denger-denger 'Ayah' Pidi Baiq ikut serta dalam menentukan peran Iqbaal CJR sendiri, bahkan ikut mendampingi dalam setiap scene Iqbaal - yang mana beliau selalu memberi pengarahan ke Iqbaal tentang bagaimana sosok Dilan yang seharusnya, jadi ya, saya pikir; let's give him a chance.


SINOPSIS

Milea (Vanesha Prescilla) menceritakan masa lalunya ketika ayahnya (M Farhan) yang seorang prajurit TNI harus pindah tugas dari Jakarta ke Bandung. Mileapun pindah, juga dibarengi Ibunya (Happy Salma) dan Airin, adik perempuannya.

Di sekolah barunya, Milea dikejutkan dengan sosok Dilan (Iqbaal CJR) yang belum pernah dikenalnya namun dengan berani mendekatinya. Dengan gaya sok kenal, Dilan berlagak seorang yang sangat mengenal Milea, mengiriminya surat bahkan mendatangi rumahnya.

Antara bingung, risih, namun penasaran, belakangan Milea secara sembunyi-sembunyi suka dengan perhatian juga puisi yang diberikan Dilan. Milea membandingkan Dilan dengan Beni (Brandon Salim), pacarnya di Jakarta, yang hanya bisa mengutip puisi Kahlil Gibran.

Waktu berjalan, Milea semakin akrab dengan Dilan; telponan setiap malam, membuat Milea semakin jatuh hati pada Dilan.

Kisah romantis mereka tentunya tidak berjalan mulus semudah itu, masih ada Beni, Nandan (teman sekelas Milea yang naksir dirinya), juga geng motor Dilan.


DARI JAIM HINGGA SENYUM SENDIRI

Awalnya saya menantang diri sendiri untuk tidak memberikan ekspresi apapun selama nonton film Dilan 1990, iyalah, sayakan sudah tidak remaja - pikir saya, jadi saya berusaha keras meluruskan hati agar tidak baper. Hahaha!

Apalagi banyak adegan yang cukup serupa dengan novelnya, belum lagi trailer yang banyak mengeluarkan adegan kunci, membuat beberapa bagian film sudah tidak surprise. So, sedikit-sedikit saya sudah bisa menebak alur ceritanya, sehingga, ya, harusnya, saya ngga boleh baper donk? Bukan begitu?

Laelah, nyatanya saya bolak-balik nyengir, cengengesan, sampe sedih sendiri nontonnya! Kok bisa gitu ya? Saya sendiri sampai kaget.

Saya sendiri suka dengan pemeran Milea, Vanesha Prescilla, buat saya, plek-ketiplek dengan gaya Milea di Novel. Cantik, aktingnya alami dengan gaya yang tidak dibuat-buat. Walaupun ada beberapa adegan yang terlihat masih agak kaku - namun banyak kali chemistrynya ketika sedang berinteraksi dengan Dilan itu dapet banget.

Malahan suaranya yang lembut, manja, dan ngegemesin bikin saya bingung, bagian mana yang membuat Milea sampai dikatain keganjenan oleh Beni? Tega bener, mas.

Di titik ini saya berpendapat bahwa Dilan dan Beni mempunyai sisi psycho-nya masing-masing. Yang satu ujug-ujug ngedeketin, protektif sambil nempel-nempel cewek tanpa cara perkenalan yang lazim, satunya lagi punya sifat obsesif sekaligus posesif yang ekstrim. Yaelah Milea, daya tarikmu kok ke tipe cowok model begitu?

Ngomongin Beni, ah sudahlah, kegantengan Brandon Salim itu memang ngga bisa disangkal, aktingnya juga pas! Cocok banget jadi tipikal cowok belagu yang sok keren. Da emang aslinya juga keren kok, he has that level of confidence aslina oge Hahaha.


SIMPLE TAPI SMOOTH

Film Dilan 1990 buat saya ngga neko-neko, walaupun ada beberapa plot hole (masalah utama kalau dari novel ya, banyak sisi yang tidak tersampaikan secara total). Tapi dengan adegan demi adegan yang berkesinambungan, ngga banyak ngomong ngelantur yang bikin  ngantuk. Jalan cerita film ini bisa dibilang menarik.

Walaupun setting tempatnya ngga muluk-muluk; hampir semuanya di Bandung, tapi tidak mengurangi prestige cerita. Beberapa yang saya ngeh ada di daerah Asia Afrika dan Siliwangi, lokasinya hanya seputaran rumah, sekolah, warung, pasar, dan sedikit ITB. Pengambilan angle nya cakep-cakep. Bahkan melihat scene batagor dan kerupuk yang tiap hari dimakan juga mampu bikin saya jadi lapar di bioskop. Rasa Bandungnya, lumayan dapetlah.

Adegan adanya serangan ke sekolah Milea oleh sekolah lain, sebenarnya ngga terlihat ekstrem ataupun ngeri, malah mengada-ada dan kurang bermakna aja gitu, ngelemparin batunya random abis, tapi karena pengambilan yang rapi, well buat saya terlihat ok-lah.

Tidak lupa, saya suka dengan pengaturan latar musiknya, buat saya penempatannya secara keseluruhan cukup pas di setiap adegan, seimbang - ngga saling nutupin, tapi berhasil membangun dan melengkapi suasana. Apalagi setiap adegan Milea lagi duaan sama Dilan, duh, bikin ser-ser-an. Hahaha!

Dan seketika saya lupa umur!

SUNGGUH DILAN YANG BAPERABLE

Dan sekarang, mari kita ngomongin Iqbaal yang jadi Dilan ini. Saya ngga nyangka lho kalau Iqbaal bisa lancar nyarios Sunda, bahasa Sundanya terdengar fasih kayak yang bukan lagi kuliah di Amerika gitu. Yang bikin saya ngakak malah; si Dilan ini kalau ngomong bahasa Indonesia terdengar weird tapi kalau ngomong Sunda malah etes banget. Kamu teh beneran lagi kuliah di Amrik-kan, Iqbaal?

Kalau melihat dari trailer-nya, memang sosok Dilan yang diperankan Iqbaal ini mengundang ke-awkward-an yang hakiki, karena terlihat dipaksakan, saya sampe cengo berkepanjangan dan berpikir bahwa lebih bener parodian trailer Dilan daripada Dilan yang asli.

Well, mungkin kalau di trailer kita nontonnya setengah-setengah. Padahal kalau di filmnya, lumayan manis sih pembawaan Iqbaal, walaupun sisi rebel-nya tetep agak kepaksa dan belum klik gitu.

Setelah saya nonton aslinya, gayanya Iqbaal dalam memerankan Dilan ini memberikan pergeseran sebuah arti ketengilan menjadi daya tarik. Senyuman smirk ala-ala Dilan itu malah bikin penonton wanita jadi "Awwwww-" di bioskop. Dan, makin lama, dialognya juga makin bikin para wanita jadi trenyuh - walaupun jujur semua kalimat puitis Dilan itu bikin dilema; bikin kuping getek, tapi sebagai wanita aku sukak! Hahaha!

Yang pasti, secara keseluruhan, Iqbaal sukses membuat wanita (saya contohnya) rela dikejar-kejar cowok psycho yang ujug-ujug ngeramal "Kita bakal ketemu" padahal kenal aja kagak. Bahkan membuat cewek sepintar Milea (iyalah pintar, da target kuliah juga di ITB) jadi kleper-kleper hanya dikasi TTS receh dan segambreng puisi. Ya, terkadang kaum wanita memang sesimple itu kok dirayunya.

Bandingkan dengan zaman sekarang tiba-tiba ada cowok ikutan naik angkot, sambil bilang:

"Milea kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu, ngga tau kalau sore,"
Sia maneh? Hayang digampar?!

Tapi jujur, memang karakter Dilan ini too good to be true, cintanya ke Milea di film ini terasa mendalam banget - walau boys will be boys, saat acara minta cium misalnya - tapi di sisi lain, Iqbaal sudah sukses menampilkan sosok pria 'preman' berhati lembut dan penyayang.

Ya iyalah, kalau cowoknya secakep adek Iqbaal, sapa sih yang nolak. #Eeeeaaaaaa.

Satu kekurangan, Iqbaal masih kurang berisi aja badannya, jadi pas ada adegan perkelahian, kurang macho aja gitu. Tapi sikap jantannya sih, ya bolelah udah bisa bikin beberapa cewek di bioskop kege-eran.

OTHER THAN THAT...

So far, yahh.. Iqbaal, hampir-hampirlah jadi Dilan dalam imajinasi saya - kecuali bodynya.

Biar tulisan ini tidak semakin panjang, yang pasti untuk pemilihan karakter masing-masing menurut saya sudah cukup pas, walaupun Mas Farhan pembawaannya ngga kayak seorang prajurit TNI, dan Zara JKT48 yang jadi adiknya Dilan, terlalu hype banget - tapi dia cute abis. Not to mention, Kang Ridwan Kamil yang hanya sekelibat muncul tapi mampu bikin warga Bandung merasa bangga.

Untuk make up, menurut saya semua alis pemeran wanitanya termasuk cetar untuk ukuran tahun 1990. Belum lagi bulu mata palsunya Ira Wibowo, yaelah, sangar bingits! Tapi untungnya semua pada cakep dan cantik-cantik.


DILAN 1990
Sutradara: Fajar Bustomi
Produser: Ody Mulya
Rilis: 25 Januari 2018
Diangkat dari Novel: Dilan: Dia Adalah Dilanku 1990
Karya: Pidi Baiq
Pemeran:
Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan
Vanesha Prescilla
Durasi: 1 jam 45 menit
Genre: Romantis, Remaja

Penasaran mau nonton Dilan 1990?


Friday, January 26, 2018 9 comments

Daftar penginapan di bawah 200 ribu yang bisa dijadikan tempat singgah ketika berlibur di Medan. Pas untuk para backpacker yang ingin berlibur berkeliling  kota Medan.

Baru-baru ini saya menerima oleh-oleh kue bolu Meranti khas Medan dari saudara, duh, kue itu merupakan salah satu jajanan favorit saya (sejak pertama kali saya merasakannya). Nah, bosan tiap-tiap harus memesan teman kalau mau kue bolu, rencananya tahun ini, saya mau melakukan wisata ke Medan – sukur-sukur bisa buka pre-order jajanan Medan, hahaha!

Kebetulan tempat wisata yang ingin saya datangi, selain Danau Toba dan pusat Bolu Meranti adalah:

Kuil Shri Mariaman

Kuil Shri Mariaman yang kuil Hindu tertua di Kota Medan, Indonesia. Dibangun pada tahun 1881 untuk memuja dewi Mariamman, kuil ini terletak di kawasan yang dikenal sebagai Kampung Keling. Selain itu juga pasar tradisional Petisah, katanya sih, kalau ke Medan harus mencoba menyantap sarapan di pasar ini.

Sebagai pecinta Durian, saya juga ingin merasakan Durian Ucok, durian yang digadang-gadang sudah pernah dicicip oleh Presiden Jokowi ini sangat menyita perhatian saya banget, hehehe. Juga, rencananya selain membawa oleh-oleh Bolu Meranti, saya juga ingin membawa Bika Ambon Zulaikha yang khas Medan banget!

Satu lagi wisata yang saya ingin datangi di Medan adalah Wonders Water World, Wahana ini dilengkapi berbagai fasilitas, antara lain wahana air, hotel, restoran dan kafe, hingga adventure park. Kayaknya seru banget deh kalau bisa sempat bermain di sana, karena memang katanya Wonders Water World adalah salah satu waterpark terbesar di Indonesia yg terletak di Komp. CBD POLONIA Medan.

Nah, walaupun saya punya banyak saudara yang tinggal di Sumatera Utara, tapi kebanyakan tempat tinggalnya jauh dari kota Medan, sehingga saya juga harus merencanakan dengan baik dimana saya akan menginap. Kebetulan saya sudah sudah membuat daftar 10 penginapan budget friendly di Medan, nyaman, dan berlokasi strategis yang saya himpun dari Traveloka.

Siapa tau teman-temin ada yang sedang berencana untuk berwisata ke Medan, siapa tau daftar ini berguna.

1. Dazhong Backpackers Hostel |+/- Rp 90.000



Dari namanya, penginapan ini memang sepertinya cukup backpacker friendly apalagi harganya  juga terlihat ramah di kantong. Berlokasi di Jalan Muara Takus, penginapan ini menyediakan tempat tidur bertingkat, kamar ber-AC, koneksi WiFi serta restoran. Selain dipuji karena kebersihannya, pemilik Dazhong Backpackers Hostel juga terkenal ramah dan murah informasi. Areanya dekat dengan Shri Mariaman, Sun Plaza Medan, Cambridge City Square, Rahmat International Wildlife Museum dan Gallery.

Alamat: Jalan Muara Takus No.28, Kampung Keling.

2. Paddington Homestay | +/- Rp 79.000




Penginapan yang berlokasi di Jalan Yos Sudarso ini dekat dengan Podomoro City Deli Medan, Petisah Market, Mall Grand Palladium, dan Medan Station. Menawarkan kamar ber-AC dan WiFi. Bergaya homestay, beberapa tipe kamar yang disediakan tidak disertai kamar mandi dalam sehingga tamu harus menggunakan kamar mandi bersama. Tapi untuk kamar tipe suite disediakan kamar mandi dalam.

Alamat: Jl Yos Sudarso No 43A Glugur

3. Pondok Cemara | +/- Rp 115.000



Menyediakan kamar ber-AC, lahan parker, dan WiFi, Pondok Cemara menyediakan kamar tipe family room yang muat hingga 3 orang, wah, what a great deal sekali! Apalagi lokasinya yang cukup dekat dengan Maha Vihara Maitreya Cemara Asri, Podomoro City Deli Medan, Medan Station, dan Mall Grand Palladium.

Alamat: Jalan Komisi D. Komplek DPRD TK I. No 17 Pulo Brayan Bengkel Baru. Medan.

4. Lewi House | +/- Rp. 199.000



Berlokasi cukup dekat dengan Durian Ucok, Medan Mall, Shri Mariamman Temple, dan Bika Ambon Zulaikha, Lewi House merupakan penginapan yang berkonsep homestay. Menyediakan tiga tipe kamar; Single Superior, Double Superior, hingga Deluxe namun saying tidak disertai sarapan. Namun pengunjung disediakan koneksi WiFi. 

Alamat: Jalan Sei Bahkapuran No 16 A Medan, Medan Petisah, Medan, Sumatera Utara, Indonesia, 20119

5. Airy Eco Medan Baru Sei Wampu Baru 29A | +/- Rp. 156.000,-



Kamar yang disediakan disertai AC dan pengunjung juga mendapatkan koneksi WiFi. Lokasinya cukup dekat dengan Durian Ucok, Shri Mariamman Temple, Medan Mall, Bika Ambon Zulaikha. Tipe kamarnya single room dan double room, walaupun terdapat kamar mandi dalam, sayangnya tidak disertai air panas (namun, kalau hal ini bukan prioritas sih ya ngga pa-pa), yang pasti pengunjung tidak perlu khawatir akan kebersihan kamar di Airy Eco Medan Baru Sei Wampu Baru 29A ini, banyak review yang mengaku puas dengan pelayanan para staffnya.

Alamat: Jl. Sei Wampu Baru no 29A (Masuk dari Jalan Darussalam), Medan Baru, Medan, Sumatera Utara, Indonesia, 20119

6. My Studio Hotel Kualanamu Airport Medan | +/- Rp. 126.000,-



Sudah jelas dari namanya kalau hotel ini dekat sekali dengan airport Kuala Namu, namun selain itu hotel ini juga dekat dengan Batang Kuis Station, Lubuk Pakam Station, dan Delimas Plaza. Dengan harga yang cukup terjangkau, My Studio Hotel Kualanamu Airport Medan menawarkan fasilitas kamar ber-AC serta sarapan, dan pastinya tamu tidak perlu khawatir dengan koneksi WiFi karena juga disediakan.

Jalan Arteri Kualanamu NO 9 A38 Tumpatan Nibung, Batang Kuis, Batang Kuis, Deli Serdang, Medan, Indonesia, 20372

7. Airy Eco Medan Baru Sei Muara 27 | +/- Rp. 180.000,-


 
Satu lagi penginapan Airy Eco, kali ini berlokasi di daerah Sei Muara. Letaknya dekat dengan Durian Ucok, Shri Mariamman Temple, Bika Ambon Zulaikha, dan Cambridge City Square. Menawarkan kamar dengan fasilitas AC dan WiFi namun tanpa sarapan. Tipe kamar yang disediakan hanya double room saja.

Alamat: Jl. Sei Muara no. 27, Medan Baru, Medan, Sumatera Utara, Indonesia, 20153

8. Oel Homestay | +/- Rp. 165.000,-



Penginapan berkonsep homestay ini hanya menyediakan kamar tipe double tanpa sarapan, namun tamu disediakan koneksi WiFi secara gratis. Lokasinya cukup dekat dengan Lippo Plaza Medan, Mall Grand Palladium, Shri Mariaman, dan Sun Plaza Medan.

Alamat: Jl. Candi Mendut no. 5, Petisah Tengah, Medan Petisah , Medan Petisah, Medan, Sumatera Utara, Indonesia.

9. SanZos Stay | Rp. 160.000,-

 

Penginapan berkonsep homestay ini berlokasi dekat dengan Bandar Khalipah Station, Yanglim Plaza, Thamrin Plaza, dan Teladan Medan Stadium. Tamu bisa memilih apakah ingin memesan kamar yang menggunakan AC atau kipas angin. Sayangnya untuk kamar yang menggunakan AC tarifnya sudah diatas dua ratus ribu. Walaupun kamarnya terlihat nyaman dan bersih, sayangnya penginapan ini tidak disertai sarapan dan WiFi.

Alamat: Jalan Datuk Kabu Pasar III, Gg. Rahmat, Denai, Medan City.

10. Lingga Inn Penginapan Keluarga | +/- Rp. 150.000,-



Lokasinya cukup dekat dengan University of North Sumatera, Merdeka Field, Wonders Water World, dan Shri Mariamman Temple. Kamar yang disediakan di Lingga Inn Penginapan Keluarga hanya Superior dan Deluxe Room. Sayangnya penginapan ini tidak memberikan fasilitas sarapan, namun tamu tetap disediakan koneksi WiFi.

Alamat: Jalan Jamin Ginting PSR 7 No, 2, Medan Selayang, Medan, Sumatera Utara, Indonesia, 20132.

***

Nah, itulah kira-kira 10 penginapan budget friendly alias di bawah dua ratus ribu yang saya berhasil saya himpun. Pastinya setelah mendapatkan penginapan yang sesuai sayapun juga harus menyiapkan tiket perjalanan ke sana donk.

Bisa dibilang, untuk mendapatkan tiket pesawat murah ke Medan itu gampang-gampang susah, malah banyak susahnya! Apalagi kalau sedang high season, seringnya saya malah tidak bisa mendapat kamar di penginapan yang ingin saya tempati. Iya, karena memang hunting tiket dan penginapan saya lakukan secara terpisah; selain jadi menghabiskan waktu, buntutnya jadwal liburan dan budget malah tidak sinkron, hasilnya membuat saya jadi hilang semangat untuk ke Medan.

Tapi ternyata saya salah! Baru-baru ini saya mengetahui kalau Traveloka telah membuka pemesanan tiket+hotel sebagai 1 paket. Setelah melihat-lihat produk tiket+hotel ini dan mencoba booking, ternyata harganya bikin saya kaget! Pesan paket pesawat+hotel ternyata bisa lebih hemat sampai 20% tanpa kode promo apapun!

Pastinya cara ini benar-benar efektif; lebih mudah dan menghemat banyak waktu. Saya hanya tinggal mikirin tanggal, dan let Traveloka do the rest; ngga perlu sibuk cari hotel dulu, lalu sibuk nyocokin dengan tiket pesawat. Terbukti lebih murah pesan paket pesawat hotel traveloka, apalagi tersedia banyak metode pembayaran yang pastinya ngga bikin saya kerepotan.

Masih belum percaya? Ini adalah contoh kalau saya pesan tiket pesawat dan hotel sendiri. Di bawah adalah total kalau saya pesan pesawat dan hotel secara terpisah, totalnya bisa mencapai kira-kira dua juta rupiah untuk 3 hari 2 malam di Medan. 

Rp. 379.998,00 + Rp. 1.604.700,00 = Rp. 1.984.698,00



Sedangkan kalau menggunakan paket pesawat hotel Traveloka dengan penerbangan dan hotel yang sama, saya bisa mendapatkan harga sekitar 1,7 jutaan saja! Lebih hemat uang dan WAKTU tentunya, kelebihan uangnya lumayan buat modal buka jasa titip bolu Meranti, hehehe.


Bagaimana teman-temin ada yang mau rencana wisata ke Medan juga?

Sampai jumpa di tulisan berikutnya!


Tuesday, January 16, 2018 6 comments

Review Kilim Karst Geoforest Park Langkawi

Memakan waktu sekitar 45 menit dari tempat saya, Resort World Langkawi, untuk sampai di Kilim Geoforest Park dengan mengendarai mobil. Pagi itu jam 9, di tengah cuaca di Langkawi yang mendung karena matahari sedang mager dibalik awan, saya dan beberapa blogger sudah siap untuk menjelajahi sungai Kilim. Berbeda dengan di Genting, suhu udara di Kilim yang memang dekat dengan laut lepas ini memang cenderung lebih panas, membuat saya galau mau pakai jaket atau tidak - pakai jaket di bawah udara panas memang malesin, tapi mampu menghindari saya dari kegosongan yang hakiki, hahaha.

Memangnya saya mau ngapain di Kilim Geoforest Park? Yap, kali ini saya berbagi kisah ketika saya diajak untuk menyusuri hutan mangrove Langkawi.


Terletak di sepanjang ujung timur laut Pulau Langkawi, Kilim Karst Geoforest Park Langkawi yang menurut informasi memiliki bentang hampir 100 kilometer persegi memang terkenal dengan rawa mangrove, pantai, serta perbukitan karstik vertikal yang menonjol menuju Laut Andaman. 

Kata pemandu saya, terdapat beragam jenis satwa liar yang dapat ditemui; berang-berang, kadal, kera dan kepiting pohon yang bersembunyi di antara hutan bakau yang lebat. Selama musim migrasi (bulan September sampai Maret), jika beruntung, saya berkesempatan melihat burung dari berbagai spesies, termasuk kingfishers, elang ikan putih dan elang layang-layang. Wah, saya jadi makin penasaran! Apalagi mengingat burung Elang memang hewan yang ikonik banget di Langkawi.


Perahu yang saya naiki itu sejenis yang biasa kita sewa kalau lagi berkeliling danau Situ Patenggang, perahunya muat sampai 10 orang. Tidak pakai lama, boatpun mulai menyusuri sungai dengan kecepatan penuh, perjalanan agak bergelombang karena ombak air yang cukup tinggi, anginpun terasa kencang ketika menerpa wajah saya, belum lagi riakan air yang beberapa kali membasahi punggung saya akibat gerakan boat yang agak loncat-loncat. Wah, saya bersyukur tidak mabuk laut.

Tapi seru!

Area Langkawi ini cukup berdekatan dengan perbatasan Thailand, sehingga tidak mengejutkan ketika di tengah perjalanan, ponsel saya berganti sinyal yang menunjukkan saya sudah berada di Thailand!

"Welcome to Thailand" demikian SMS yang saya terima - padahal saya sedang berada di tengah laut! Katanya sih kita memang bisa menuju Thailand lewat Langkawi dengan menggunakan kapal ferry. Wah, asyik, ya. 


Menegangkan tapi kagum. Begitulah perasaan saya ketika melihat pemandangan laut tanpa ujung di hadapan saya. Warna biru yang mendominasi pandangan mata saya memberikan kesegaran tersendiri. Perahupun mulai menurunkan kecepatannya, memberi kami kesempatan untuk mengambil beberapa gambar.

Perbukitan yang saya banyak temui di wilayah Kilim Karst Geoforest Park Langkawi tersusun dari formasi batu kapur yang berusia lebih dari 500 juta tahun, dengan nama unik seperti Kuil Borobudur, Batu Gajah dan Taman Gantung. Ada juga banyak gua yang penuh dengan fosil serta stalagmit raksasa dan stalaktit, yaitu Gua Crocodile, Gua Legends, dan Bat Cave (gua kelelawar).

Selain berpapasan dengan perahu turis, saya juga beberapa kali melihat perahu nelayan.



Dan perjalanan kami berlanjut memasuki hutan mangove. Hutan mangrove atau disebut juga hutan bakau merupakan hutan yang tumbuh di air payau dimana pertumbuhannya dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh di daerah rawa (tempat yang sering terjadi pelumpuran), seperti di teluk-teluk yang terlindung dari ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawa dari hulu.

MELIHAT MONYET DAN ELANG LANGKAWI


Saya sempat melihat penampakan ular yang sedang tidur tapi belum sempat melihat buaya sih di sepanjang perjalanan kami menyusuri hutan mangrove.


Pemandangan berikutnya ialah, kami disambut banyak monyet liar!


Dan, kami diajak oleh pemandu memberikan mereka makanan berupa serpihan roti kering dan kacang. Tidak disangka, para monyet begitu antusias memakan makanan yang kami lemparkan ke air, bahkan sebagian dari mereka sampai berenang menghampiri dan loncat masuk ke dalam perahu kami!


Pemandangan berikutnya yang tidak kalah memesona adalah ketika tiba-tiba banyak elang beterbangan di atas perahu kami. Elang Langkawi! OMG, mereka bergerombol juga sempat mengelilingi perahu turis yang berada di dekat kami.

Sungguh momen yang sangat berkesan.

Sayang, saya tidak mampu mengabadikan gambar elang-elang tersebut, ahahaha, alias fotonya kebanyakan blur karena gerakan elang tersebut benar-benar cepat!


Sebelum mengakhiri perjalanan kamipun diajak singgah ke peternakan ikan terapung dimana kami bisa memberi makan ikan pari dan ikan pemanah. Beberapa turis juga ditawarkan untuk menangkap ikannya sendiri untuk nanti dimasak dan dihidangkan.

Peternakan dan restoran terapung

Di sana saya menikmati santapan ikan laut, mulai dari ikan bakar, ikan goreng, sayur ikan kuning (rasanya seperti sejenis arsik, tapi rasa bumbunya tidak sekuat arsik), lalu ditambah sayuran capcay dan buah.

Sedap banget! Apalagi kami menyantapnya dengan ditambah aroma laut dan iringan gemericik ombak air.


Pengalaman yang luar biasa, karena ini merupakan kali pertama saya melihat hutan mangrove, hehehe.


Teman-temin ada yang menyukai wisata alam? Apakah ada yang sudah pernah mengunjungi Hutan Mangrove?

Kilim Karst Geoforest Park Langkawi 
Lokasi: 3 kilometer timur laut Pantai Tanjung Rhu 
Kisaran harga: RM200 - RM500 (Rp 700.000 - 1.750.000,-) 
untuk kapal dan pemandu wisata (per akhir awal tahun 2018).

Sampai bertemu di tulisan berikutnya!


Thursday, January 11, 2018 7 comments

Review Ponds BB Magic Powder 

Belakangan bedak Pond's BB Magic Powder sedang banyak digandrungi nih, teman-temin sudah ada yang pernah pakai? Beberapa waktu lalu saya nitip ke teman saya, kebetulan dia memang nawarin (alias buka pre-order), jadilah saya ikutan beli. So, don't worry misalnya dikira produk saya ini kw atau palsu. Karena teman saya (yang juga seorang blogger) sudah menjamin kalau produk Pond's BB Magic Powder yang saya miliki benar-benar asli dan beneran dari Thailand.

Pertama kali melihat penampakan bedak ini, ternyata ukurannya cukup kecil - segenggaman tangan saya. Botolnya berwarna pink dan keseluruhannya benar-benar menggunakan bahasa Thailand. Jadi kurang lebih, saya ngga ngerti informasi yang tertera apa saja. Hahaha!


Di bagian atasnya terdapat stiker Pond's yang berfungsi sebagai segel. Nantinya kita lepas stikernya untuk tempat bubuk bedak keluar. Iya. Bedaknya berupa bubuk ya, jadi bukan compact. 

Jujur membaca dan menyimak berbagai maca review yang beredar di internet, saya penasaran abis bagaimana sih kemampuannya. Apalagi setelah ada yang bilang aromanya seperti produk ketiak, kan ekstrim banget tuh promosinya - bikin orang jadi pengen pake. Duh.


As you can see, informasinya semuanya menggunakan bahasa Thailand yang mana saya ngga ngerti. Yang saya bisa lihat hanya tulisan Double UV Protection. Berarti bedak ini mengandung tabir surya yang aman digunakan saat siang hari. 

Kandungan: Talc, Cyclopentasiloxane, Titanium Dioxide, Zinc Oxide, Cl 77492, Fragrance, Cl 77499, Cl 77491, Mica, Aluminum Hydroxide, Aluminum Stearate, Niacinamide. 


Kemasan bedak Pond's BB Magic Powder ini seperti talc bayi (mungkin ada hubungannya dengan kandungan talc yang terdapat pada produk ini). Cara membuka kemasan juga hanya tinggal memutar tutupnya nanti langsung keluar bedaknya.


Tekstur bedaknya lembut dan warnanya coklat. Namun ketika saya oleskan di kulit ternyata, cukup membuat kulit saya jadi lebih terang. Mulai donk saya deg-degan, apakah bedak ini bakal jadi terang banget di kulit wajah saya?

Untuk aromanya sendiri buat saya cukup lembut dan ngga yang kayak produk ketiak, kok. Aroma floral, cukup enak kok kalau diendus - menurut saya lho, ya.

(kiri) wajah hanya menggunakan pelembab (kanan) wajah saya setelah menggunakan Pond's BB Magic Powder 

Nah, foto di atas adalah penampakan saya menggunakan Pond's BB Magic Powder, foto kiri, saya hanya menggunakan pelembab, dan yang kanan ketika saya sudah menggunakan bedak. Bedak Pond's BB Magic Powder ini agak susah diratakan di wajah, kalau tidak hati-hati, bisa belang-belang di wajah. 

Terlihat wajah memang terlihat cerah dan lebih matte. Untuk daya tahan sendiri, saya gunakan selama 5 jam, wajah saya tidak berminyak dan lama kelamaan, shade bedak menyatu dengan warna kulit. 

Sayangnya, buat saya Pond's BB Magic Powder tidak mempunyai coverage yang cukup; ngga nutup flek hitam ataupun pori-pori. Mungkin memang bedak sehari-hari ya, di wajah memang ringan dan ngga bikin break-out.

Sekarang Pond's BB Magic Powder sudah cukup banyak ditemui di toko online ya. Kalau sebelumnya, saya titip teman saya seharga Rp 56.000, harga aslinya Rp 45.000 ditambah ongkos kirim Rp11.000,-

Lebih lengkapnya, teman-temin bisa cek video di bawah ini. Teman-temin ada yang tertarik mau mencoba?


Sampai bertemu di tulisan berikutnya!




Friday, January 05, 2018 7 comments

Mengendarai motor selama 7 jam dari Bandung, akhirnya saya sukses singgah ke Pantai Ujung Genteng dari Bandung. Keindahan obyek-obyek wisata pantai yang ada di kawasan ini benar-benar membuat saya tidak bisa berhenti terpukau.

Akhir tahun 2017, saya berhasil mewujudkan keinginan untuk mengunjungi obyek wisata pantai Ujung Genteng di daerah Sukabumi. Rencana ini sebenarnya sudah ada sejak awal tahun 2017, tapi entah saya ngga pernah sempat untuk menyusun itinerary; apa saja yang akan dilakukan di sana. Sampai menjelang liburan Natal tibapun saya belum punya kepastian jadi berangkat atau tidak; padahal masa liburan saya tidak lama.

Sebenarnya, kegalauan saya memutuskan akan pergi ke Ujung Genteng itu sedikit banyak karena adanya simpang siur berita tsunami, terkait gempa dan badai yang sempat terjadi di kawasan Sukabumi selama bulan Desember 2017. Pastinya pernah dengar kalau antara akhir November dan awal Desember, terjadi badai di Sukabumi, salah satunya di pantai Ujung Genteng yang mampu merobohkan beberapa bangunan di dekat pantai. Sungguh rasa takut dan cemas menyelimuti pikiran saya, apalagi keluarga juga menyarankan untuk saya tidak berlibur ke Sukabumi tahun ini.

Kondisi pasca badai di kawasan pantai Ujung Genteng, ada beberapa bangunan yang sedang direnovasi. 2017.

Namun, semakin dipikir saya malah jadi lelah sendiri. Misterpun akhirnya bersikeras kami akan liburan ke Ujung Genteng, no matter what, entah ada itinerary atau ngga, entah ada penginapan atau ngga, pokoknya tanpa persiapan. Pokoknya kami hanya bersiap seadanya dan berbekal doa; berserah pada Tuhan saja. Dan, memang kemarin merupakan pengalaman kami pertama kali ke Ujung Genteng!

PERJALANAN DARI BANDUNG KE UJUNG GENTENG


Berdasarkan informasi di Google Maps, waktu yang dibutuhkan untuk menempuh perjalanan ke Ujung Genteng sekitar 7 jam 42 menit (menggunakan rute yang direkomendasikan; via Cianjur), wow, lama! Bisa jadi faktor usia, saya sebenarnya mulai mudah capek kalau melakukan perjalanan panjang dengan motor, sehingga saya wanti-wanti ke mister; kalau saya maunya jalan santai alias ngga mau ngebut-ngebutan. 

Kami berangkat dari Bandung sekitar 5.30 pagi. Mister hanya menggunakan kecepatan 30-60 km/jam sepanjang perjalanan; makanya bisa dibilang kami nyampenya lama banget! Belum lagi kami sempat dikerjain oleh Google. Ceritanya Google merekomendasikan jalur alternatif kepada kami, lumayan kalau dari informasinya kami bisa hemat waktu 1,5 jam. Nyatanya? Kondisi jalan yang direkomendasikan jelek banget; berbatu, berlubang, banyak genangan air karena sering hujan. Yang ada, perjalanan kami jadi lebih lama, karena kami harus lebih hati-hati melewati jalur tersebut (karena kami menggunakan motor matic yang tidak cocok dengan kondisi jalan tersebut). Namun kami bersyukur karena cuaca hari itu cerah tanpa hujan, tidak ada mendung sedikitpun!

Jam 1 siang, kami baru memasuki kawasan wisata Ujung Genteng - baru batas kawasannya, ya, di sana terdapat pos jaga dan kami diminta membayar Rp 10.000,- untuk biaya kontribusi. Untuk menuju pantainya kami masih harus menempuh perjalanan sekitar 25 menit. 

Sedangkan untuk waktu tempuh saat pulang, memakan waktu sekitar 9 jam. Kami berangkat sekitar jam 12 siang, dan sampai Bandung sekitar pukul 9 malam. Karena memang kami terjebak hujan sehingga sempat berteduh selama satu jam, belum lagi kami lebih banyak berhenti untuk beristirahat karena sudah lelah, hehehe.

PENGINAPAN DI KAWASAN WISATA UJUNG GENTENG


Tidak seperti yang saya khawatirkan, cukup banyak tersedia penginapan di kawasan pantai Ujung Genteng. Jadi, di kawasan wisata pantai Ujung Genteng ini besar banget dan masih terbagi lagi menjadi beberapa obyek pantai yang bisa dikunjungi.

Banyak penginapan di kawasan wisata pantai Ujung Genteng.

Bisa dilihat pada peta di atas, akhirnya saya memilih penginapan di daerah Ocean View. Jadi tidak tepat di dekat pantai Ujung Genteng, tapi lebih ke barat, tepat di antara area Konservasi Penyu dan Pantai Ujung Genteng. 


Penginapan saya namanya Pondok Nuansa, tuh, sudah ada di Google Map. Pemandangan di depan penginapan saya merupakan pantai. Pantai pasir putih namun kondisinya tidak terlalu bersih - bukan karena sampah, namun karena ombaknya selalu membawa rumput laut, jadi agak geli gitu kalau mau main air di sana, hehehe.

penginapan saya di kawasan wisata Ujung Genteng

Kondisi kamarnya bersih dengan tempat tidur dan kamar mandi dalam, ditambah TV dan AC. Saya mendapat tarif Rp 250.000,- per malam. Buat saya sih lumayan terjangkau, karena dibandingkan ketika saya menginap di Geopark Ciletuh; dengan harga segitu, kamar saya hanya berupa kasur, kipas angin, kamar mandi dalam yang seadanya.

Belum lagi, tersedia dapur bersama di penginapan yang saya tempati; kami bebas membuat mie instan, masak air untuk kopi, atau sekedar pinjam peralatan makan. 

Sungguh beruntung bisa mendapat penginapan dengan harga terjangkau namun fasilitasnya cukup memadai. Apalagi, ketika saya berkunjung ke sana pada bulan Desember lalu, kondisi pantai sedang surut, jadi, hingga 20 meter dari garis pantai, kondisi airnya masih dangkal banget! Sehingga saya makin bebas bermain di pantai yang berada di dekat penginapan. 

MAKANAN DI UJUNG GENTENG

ikan dan lobster bakar serta sop buah ala kawasan wisata Ujung Genteng

Saya sempat kaget, ternyata standar menu ikan laut di rumah makan daerah Ujung Genteng sudah punya standar, yaitu di kisaran Rp 125.000,- per kilo untuk menu ikan bakar, seporsi nasi sekitar Rp 5.000,-. Tentu saja kalau teman-temin memilih menu warteg harganya bisa lebih murah. Tapi karena saya berpendapat, kalau di pantai makannya ikan, ya jadi saya pengen makannya ikan.

Namun, harga segitu tergolong mahal untuk saya, jadilah saya mencoba mengunjungi daerah TPI (Tempat Penampungan Ikan) di Ujung Genteng, memang sih harga ikan perkilonya bisa lebih murah Rp 30.000,- tapi belum termasuk dibakar.

Sedikit saran, berlibur ke pantai itu lebih enak kalau membawa alat bakar dan rice cooker  sendiri, tapi ya sudahlah, lain kali ya. Apalagi untuk perjalanan dengan motor, ngga mungkin banget saya bawa rice cooker dan alat panggangan, boro-boro bawa baju, jas hujan, dan peralatan yang seadanya saja sudah memakan tempat di motor.

Jadilah saya tidak beli ikan dari TPI, melainkan, beruntung, saya menemukan tenda-tenda penjual ikan yang menjual ikan laut segar serta bersedia bakar ikan juga. Harga ikannya bervariasi dari Rp. 30.000-60.000 per kilo, untuk udang dan lobster harganya Rp 150.000,- ukuran udangnya sendiri cukup besar-besar dan gendut, sedangkan untuk lobsternya agake kecil. Harga jasa bakarnya Rp 20.000,- ya sudahlah, daripada saya harus repot-repot bakar ikan - kebetulan di penginapan saya juga tersedia alat bakar ikan sih, tapi ya sayanya males, hahaha.

Saya sempat membeli lobster, satu kilo isinya sekitar 14-15 ekor; duh rasanya jangan ditanya, dagingnya segar dan empuk sekali.

BEBERAPA PANTAI DI KAWASAN WISATA UJUNG GENTENG


Cuaca Ujung Genteng selama saya di sana tergolong tidak bersahabat; pagi dan siang hari seringnya hujan. Bikin saya jadi malas untuk mengambil foto pemandangan sunrise di pantai saat pagi hari. Pun ketika siang, saat saya mau berjemur, lah, malahan hujan, akhirnya saya hanya bisa memandang dari teras penginapan, hehehe. Barulah sore saya bisa mulai berkeliling pantai.

1. PANTAI UJUNG GENTENG

Pemandangan pantai Ujung Genteng

Di pantai Ujung Genteng ini banyak terdapat kapal-kapal nelayan, buanyaak banget, kondisi pasirnya putih dan cukup bersih. Namun karena banyak tali pengikat kapal, saya tidak bisa bebas jalan-jalan keliling, takut tersandung.


Namun banyak terdapat warung makan di daerah Pantai Ujung Genteng ini; mulai dari warung ikan, nasi liwet, dan warteg.

Pantai Ujung Genteng sedang surut, cukup dangkal untuk bisa bermain hingga 20 meter dari garis pantai.

Pantai di depan penginapan saya juga masih masih merupakan area Pantai Ujung Genteng, selain banyak rumput laut yang sering terbawa ombak, pasirnya cukup banyak batu karangnya, jadi agak tajam kalau kita mau berjalan di sisi pantai tanpa alas kaki.


Sayang, cuaca yang mendung, selama di sana saya tidak berhasil mengabadikan foto matahari terbenam yang cukup dramatis, hanya foto ini yang sempat saya ambil satu hari sebelum saya meninggalkan Ujung Genteng.

Sunset di Ujung Genteng di depan penginapan Pondok Nuansa

Pantai Ujung Genteng merupakan kawasan pantai yang seketika menjadi salah satu tempat wisata favorit saya. Kawasannya yang masih asri, penginapan sederhana dengan tarif yang masih terjangkau membuat saya ingin berkunjung lagi ke sini di waktu-waktu mendatang. 

2. PANTAI TENDA BIRU


Untuk mencapai pantai ini, kami harus melalui hutan, jalannya berupa tanah (dan becek karena baru hujan), di sisi jalan merupakan pepohonan yang buat saya agak menyeramkan (dengan diiringi suara gemerisik daun dan jangkrik).

Kami sempat dicegat oleh beberapa warga yang meminta kami untuk membayar tarif masuk pantai seharga Rp 10.000,- kalau dilihat dari kuponnya sih seperti petugas resmi, namun keberadaan para petugas ini tidak menentu; kadang ada kadang tidak, jadi belakang saya berpikir mungkin mereka adalah pungli tempat wisata.

kondisi jalan menuju pantai Tenda Biru

Pantainya luas dan berpasir putih, saya kurang tau kenapa diberi nama Tenda Biru, tapi di daerah pantai tersebut memang banyak tenda-tenda untuk berteduh, dan hutan-hutan yang berada di sisi pantai banyak digunakan untuk berteduh dan piknik para pengunjungnya.

Sepertinya, pantai Tenda Biru ini seringkali dibuat tempat untuk camping, karena banyak terlihat bekas-bekas kayu bakar. Beberapa pengunjung juga terlihat sedang membakar ikan dengan kayu bakar.

Pantai Tenda Biru, Ujung Genteng

Suasana di Pantai Tenda Biru ini sangat tenang, ombakpun hampir tidak ada, tidak ada batu karang yang besar-besar di sisi pantai. Sehingga pantai ini memang (sepertinya) cukup aman sebagai tempat berenang. Saat kami berkunjung, kondisi pantai sedang dalam keadaan surut namun sayangnya cuaca siang itu sudah keburu mendung, yang akhirnya hujan.

Sayapun lebih memilih untuk kembali ke penginapan dari hujan-hujanan yang berujung masuk angin (ya, masa lagi liburan malah sakit?).

3. PANTAI CIBUAYA



Pantai Cibuaya tidak kalah menawan dibandingkan pantai sebelumnya. Kalau pantai Tenda Biru cenderung kalem dan tenang, berbeda dengan pantai Cibuaya yang berombak. Bahkan ombaknya terdengar cukup garang. Namun, ketika saya di sana, ombak cukup jauh dari garis pantai, mencapai pantai, gerakan air hanya seperti genangan saja.

Di daerah ini juga ditemui beberapa perahu nelayan tapi tidak sebanyak di kawasan Pantai Ujung Gentengnya.



Nah, bisa dilihat dari foto, bahwa ombaknya cukup jauh dari garis pantai. Bahkan saat itu memang sedang surut sehingga saya bisa berjalan cukup jauh dari pantai dan ketinggian air bisa dibilang masih dangkal.

Hanya saja yang membuat saya rada serem dan tidak bernyali, karena menapaki daerah pantai Cibuaya, banyak karang, banyak terlihat gurita dan lagi saya sempat melihat ada ularnya! Gurita dan ular yang saya temui sih tergolong kecil tapi kan ya tetep geli, gitu.

4. PANTAI PANGUMBAHAN


Kalau menurut saya, Pantai Pangumbahan merupakan pantai yang paling bagus dibandingkan ketiga pantai di atas yang sudah saya kunjungi. Pantai Pangumbahan terletak di area Konservasi Penyu. Kita harus memasuki kawasan tersebut baru kita bisa memasuki pantai tersebut.

Pantainya seperti gurun pasir, warnanya coklat bersih, karena memang terawat. Hanya saja ombaknya cukup besar sehingga pengunjung tidak disarankan untuk berenang di sekitar pantai tersebut.

Cerita tentang Pantai Pangumbahan ini akan lebih lengkap saya tulis di tulisan tentang Konservasi Penyu, ya.

KESAN-KESAN LIBURAN DI KAWASAN WISATA UJUNG GENTENG


Senang dan puas banget bisa mengunjungi Ujung Genteng, kondisinya ketika saya ke sana, pantainya tergolong bersih jika dibandingkan Pantai Pangandaran. Semoga seterusnya pantai Ujung Genteng bisa dijaga kebersihannya. 

Untuk fasilitasnya tergolong cukup memadai, misalnya untuk penginapan di daerah Ujung Genteng, fasilitasnya ada kasur, kipas, kamar mandi dalam. Nah, kalau penginapan di daerah Konservasi Penyu ini cukup besar (dan sepertinya mahal). 

Rasa makanannya yah tergolong standar, karena ikan bakarnya tidak terlalu banyak bumbu, kami hanya ditawarkan sambal dadak atau sambal kecap. Jadi tidak variasi ikan bakar bumbu saus padang atau asam manis gitu. Tapi karena ada suasana pantai yang bikin makan apapun jadi nikmat, jadilah saya tetap rela beli ikan bakar selama liburan saya di sana. Hehehe.

Tapi, sungguh berkesan liburan di pantai Ujung Genteng, Sukabumi. Salah satu pantai menawan di Jawa Barat.

Bagaimana teman-temin, ada yang sudah pernah ke Ujung Genteng atau berencana ke sana dalam waktu dekat atau saat liburan mendatang?

Sampai bertemu di tulisan berikutnya!


Selamat tahun baru 2018.


Wednesday, January 03, 2018 26 comments
Newer Posts
Older Posts

About me

About Me




Halo, selamat datang di blog saya. Nama saya Yosefien Moudy - biasa dipanggil 'Noniq'. Semoga teman-temin mendapat informasi yang dibutuhkan, kalau masih ada pertanyaan, boleh langsung menghubungi saya, cheers.

Follow Me

Labels

Beauty Culinary Travel

recent posts

Blog Archive

  • ►  2021 (2)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2020 (6)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2019 (18)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  July (3)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  January (1)
  • ▼  2018 (33)
    • ►  December (3)
    • ►  November (3)
    • ►  September (3)
    • ►  August (7)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (3)
    • ►  March (5)
    • ►  February (2)
    • ▼  January (5)
      • Review: Film Dilan 1990 (2018)
      • 10 Hotel Murah di Medan, Pas Buat Backpacker!
      • Berjumpa Elang Langkawi di Kilim Geoforest Park
      • Yang Ngehits! Review Pond's BB Magic Powder
      • Kawasan Wisata Ujung Genteng, Pantai Tenda Biru, C...
  • ►  2017 (65)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  September (5)
    • ►  August (6)
    • ►  July (4)
    • ►  June (5)
    • ►  May (8)
    • ►  April (10)
    • ►  March (5)
    • ►  February (6)
    • ►  January (5)
  • ►  2016 (84)
    • ►  December (11)
    • ►  November (4)
    • ►  October (13)
    • ►  September (9)
    • ►  August (8)
    • ►  July (5)
    • ►  June (8)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (7)
    • ►  February (5)
    • ►  January (5)
  • ►  2015 (68)
    • ►  December (4)
    • ►  November (5)
    • ►  October (5)
    • ►  September (7)
    • ►  August (9)
    • ►  July (5)
    • ►  June (6)
    • ►  May (7)
    • ►  April (7)
    • ►  March (4)
    • ►  February (2)
    • ►  January (7)
  • ►  2014 (56)
    • ►  December (2)
    • ►  November (1)
    • ►  October (5)
    • ►  September (3)
    • ►  August (2)
    • ►  July (5)
    • ►  June (5)
    • ►  May (2)
    • ►  April (10)
    • ►  March (9)
    • ►  February (7)
    • ►  January (5)
  • ►  2013 (50)
    • ►  December (6)
    • ►  November (7)
    • ►  October (7)
    • ►  September (4)
    • ►  August (12)
    • ►  July (6)
    • ►  June (2)
    • ►  May (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (1)
  • ►  2012 (33)
    • ►  November (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (8)
    • ►  July (4)
    • ►  May (2)
    • ►  April (3)
    • ►  March (5)
    • ►  February (3)
    • ►  January (4)

Created with by ThemeXpose